Penulis: Nurani Soyomukti
Penerbit : Ar-Ruzz Media
Harga buku: Rp 45.000
Pemesanan
: sms 08122742231/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/
TERJUAL
Sinopsis
Meski telah disahkan Desember 2008, UU badan hukum
pendidikan (BHP) tetap mengundang protes dari berbagai kalangan. Salah satunya
adalah gerakan mahasiswa. Mereka menyatakan bahwa, UU BHP hanya akan semakin
menyuburkan praktik kapitalisme dalam dunia pendidikan. Anak-anak orang miskin
akan tersingkirkan dari sistem pendidikan di negeri ini. Hanya anak-anak orang
kaya saja yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Otonomi perguruan tinggi yang pada ujungnya “menghalalkan”
segala cara guna menutupi kekurangan biaya pendidikan hanya akan semakin
mengerdilkan peran pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia. Otonomi
perguruan tinggi yang dilegalkan melalui UU BHP pada dasarnya hanya akan
menghasilkan robot-robot intelektual yang siap dipekerjakan di berbagai sektor
dunia usaha.
Pendidikan yang bercorak kapitalisme ini selain menggusur
kemandirian seseorang (orang miskin), pada dasarnya merupakan cerminan
ketidakmampuan pemerintah dalam mewujudkan pendidikan untuk semua (education
for everyone)—meminjam istilah John Comenius (1592-1670). Karena pendidikan
merupakan hak setiap manusia. Lebih dari itu, mendapat pendidikan yang layak
merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM), sebagaimana tertuang dalam
Declaration of Human Right yang disahkan pada tanggal 10 Desember 1948.
Buku yang ditulis oleh Nurani Soyomukti ini, ingin
menggugat pendidikan yang bercorak kapitalis. Menurut aktivis dari Trenggalek,
Jawa Timur ini, pendidikan kapitalisme tak ubahnya sebuah lembaga untuk
melancarkan hegemoni kelas penguasa terhadap kelas tertindas (hlm. 91). Pendiri
komunitas ’Taman Katakata’ (TK) di Jember, melalui buku ini, mengancang sebuah
metode pendidikan yang lebih memanusiakan manusia tanpa harus mengebiri hak-hak
orang miskin. Penulis mencontohkan praktik pendidikan di Kuba. Dengan falsafah
“study, work, rifle” atau “bekerja, berkarya, dan senjata”, dipakai dalam
pendidikan untuk mempertahankan revolusi (hlm. 236).
Nurani ingin membuka alam bawah sadar masyarakat Indonesia,
bahwa masih ada jalan lain atau sistem pendidikan lain yang dapat dipraktikan
di Nusantara. Karena sistem atau metode pendidikan tidaklah tunggal. Oleh
karena itu, untuk menciptakan keadilan dalam pendidikan dibutuhkan model
pendidikan lain. Buku ini mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia
yang masih peduli dengan masa depan pendidikan dan bangsanya untuk merenung,
bahwa pendidikan di tanah air telah kehilangan arah atau ruhnya. Pendidikan di
Indonesia, sudah saatnya tidak berkiblat ke Amerika Serikat, sebagai mbahnya
kapitalis, namun perlu melirik sistem pendidikan yang telah di jalankan di
Amerika Latin, sebagai counterpart terhadap kebuntuan sistem pendidikan yang
tidak memanusiakan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar