Jumat, 27 Maret 2015

BLANDONGAN Perebutan Kuasa Budaya Masyarakat Jawa dan Madura



Judul : BLANDONGAN Perebutan Kuasa Budaya Masyarakat Jawa dan Madura
Penulis: Yongki Gigih Prasisko
Penerbit : LPRIS
Kondisi : Baru

Harga buku: Rp. 40.000

Pemesanan : sms 085878268031/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/ empuonline@gmail.com/ twitter : @empuonline


Sinopsis

Perjalanan historis migrasi orang Madura ke pulau Jawa, khususnya ke pesisir utara Jawa Timur menghasilkan konsekuensi sosial dan kultural atas terjalinnya hubungan antara orang Jawa dan Madura. Secara kultural, orang Madura mendapatkan penamaan dan katakteristik negatif dari orang Jawa, sedangkan konsekuensi sosialnya adalah perkawinan campur antara orang Jawa dan Madura. Di desa Maosari sebagai tempat di mana orang Jawa dan Madura hidup berdampingan, muncul istilah Blandongan untuk menamai anak hasil perkawinan campur antara Jawa dan Madura.

Penamaan blandongan unutk orang campur Jawa-Madura merupakan prakter eksklusi pihak Jawa, karena dalam konsepsi Jawa, blandongan bermakna negatif yakni pencuri kay dan pentolan geng kejahatan yang identik dengan orang Madura, artinya blandongan telah di Madura-kan oleh pihak Jawa. Terkuak kepentingan bahwa pihak Jawa masih belum mengamini perkawinan campur, khususnya antara Jawa dengan Madura. Di pihak lain, orang Madura  menggunakan identitas blandongan untuk melawan otoritas pemaknaan Jawa, dengan tidak menerima makna blandongan sebagai maling kayu dan pentolan geng kejahatan. Dalam konsepsi Madura, blandongan hanya bermakna orang campur Jawa-Madura. Blandongan dalam konsepsi Jawa dieksklusikan dan ditempatkan pada posisi subordinat setara dengan orang  Madura, sedangkan dalam konsepsi Madura, blandongan diinklusikan dengan memberi kualitas tengah-tengah, tidak sepenuhnya Jawa dan bukan seutuhnya Madura, ia adalah Jawa Madura.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar