Judul : Manipulasi Kebijakan
Pendidikan
Penulis: Darmaningtyas, Edi
Subchan
Penerbit : Resist Book
Kondisi :Baru
Harga buku: Rp 38.000
Pemesanan
: sms 08122742231/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/
Sinopsis
Telah lama kebijakan pendidikan
di Indonesia menjadi sasaran kritik dari berbagai kalangan. Mulai soal visi
pendidikan yang tidak jelas sampai implementasi pendidikan yang berlumur
masalah. Juga yang tak kalah penting adalah soal akses dan pemerataan
pendidikan.
Kritik ini seakan tak kunjung
habis dari masa ke masa. Seakan kebijakan sistem pendidikan yang menuai banyak
kontroversi di kalangan masyarakat menjadi hal yang lumrah dan biasa-biasa
saja. Padahal, jika kita cermati bersama, pendidikan itu sangatlah penting bagi
bangsa ini. Sebab, pendidikan adalah fondasi awal dalam memberikan basis
pengetahuan sekaligus karakter kepada anak-anak bangsa.
Kondisi ini mengantarkan pada
sebuah pertanyaan: sebenarnya persoalan mendasar pendidikan itu apa? Kenapa
selama ini pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi produktif terhadap
kemajuan bangsa? Dan, bagaimana realitas pendidikan Indonesia saat ini?
Buku yang disusun oleh
Darmaningtyas dan Edi Subkhan berjudul Manipulasi Kebijakan Pendidikan ini
memberi lampu penerangan yang sangat terang tentang realitas pendidikan kita
saat ini. Ternyata, setelah semua terang-benderang, mulai soal sistem,
implementasi, perangkat, hingga hal yang bersangkutan dengan pendidikan begitu
bobrok dan memprihatinkan.
Salah satu contoh dari sekian
masalah bobroknya sistem pendidikan kita adalah legitimasi Rintisan Sekolah
Berstandar Internasional (RSBI), yang merupakan wujud penggiringan pendidikan
di Indonesia menjadi produksi kapital. Hal ini dibuktikan dengan adanya
kegiatan operasional yang membutuhkan biaya sangat besar. Jelas, hal ini
menunjukkan orientasi kapitalisme pendidikan.
Sebagaimana yang terdapat dalam
rencana strategi pembangunan pendidikan 2005-2009, RSBI/SBI bisa dicapai
melalui sertifikasi ISO. Jadi, sekolah-sekolah yang ingin mencapai standar
internasional tersebut didorong untuk memperoleh sertifikat ISO yang harus
membeli dengan harga yang sangat mahal.
Ketentuan tersebut jelas akan
mengantar pengelolaan pendidikan sebagai perusahaan (korporasi). Hal itu
terjadi karena ISO pada dasarnya adalah standar kinerja dunia industri
neoliberalisme, yang tentunya ketika digunakan sebagai acuan standar untuk
menilai sebuah institusi pendidikan tidaklah tepat (halaman 72).
Selain itu, program kebijakan
sertifikasi guru dengan mendapat “tunjangan profesional”, yang dicantumkan
dalam PP No. 74/2008 sesuai dengan latar belakang titel guru, merupakan
kebijakan yang baru dimulai dan satu langkah untuk mengangkat derajat guru yang
terpuruk agar menjadi lebih profesional. Akibatnya, banyak guru
berbondong-bondong mengikuti perkuliahan untuk mendapatkan ijazah S-1 atau D-IV
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme mereka.
Alih-alih mengatasi masalah
pendidikan, ternyata kebijakan sertifikasi guru menuai masalah baru di
lapangan. Dalam prakteknya, banyak guru yang mengambil S-1 hanya sebagai
formalitas belaka. Para pemburu sertifikasi guru itu tidak peduli dengan mutu
perguruan tinggi yang dimasuki, yang penting bisa lulus S-1 dan keinginannya
tercapai untuk mendapatkan tunjangan profesi dari pemerintah dengan bermodal
sertifikat saja.
Jika dilihat lebih jauh antara
tarikan perlunya peningkatan kualitas dan profesionalitas dengan perlunya
kesejahteraan, dalam kesadaran dan konteks Indonesia agaknya motivasi
peningkatan kesejahteraan lebih utama dibandingkan dengan motivasi peningkatan
kualitas guru. Hal inilah yang kemudian menimbulkan masalah dalam agenda
sertifikasi (hlm. 105).
Ada lagi masalah yang tak kalah
penting, yaitu tentang gonta-ganti kurikulum pendidikan. Perubahan terjadi
hampir setiap dekade, seperti kurikulum 1968, 1975, 1984, dan terakhir
kurikulum 1994. Tapi pada 1998 muncul wacana Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), yang rencananya akan diterapkan mulai 2004. Namun sampai awal Februari
2006 muncul lagi kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan
status KBK masih bersifat uji coba.
Dalam buku ini diulas tuntas dan
gamblang segala inti desain sistem pendidikan nasional yang melalui pragmatisme
dan elitisme pendidikan, problem kenaikan gaji guru, Biaya Operasional Sekolah
(BOS), kebijakan ujian nasional, sampai bisnis buku sekolah berbau politik.
Dengan desain tersebut, kompetensi yang hendak dicapai oleh peserta didik
dijadikan alasan. Padahal sistem pendidikan kita hanyalah diarahkan untuk
melayani pasar yang sangat jauh dari kepentingan kualitas pendidikan dan dari
apa yang dibutuhkan masyarakat luas.
Nawawi S, Peneliti Muda Humaniora
Park Fakultas Ilmu Sosial Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar