Rabu, 25 Desember 2013

Manipulasi Kebijakan Pendidikan



Judul : Manipulasi Kebijakan Pendidikan
Penulis: Darmaningtyas, Edi Subchan
Penerbit : Resist Book
Kondisi :Baru

Harga buku: Rp  38.000

Pemesanan : sms 08122742231/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/

Sinopsis

Telah lama kebijakan pendidikan di Indonesia menjadi sasaran kritik dari berbagai kalangan. Mulai soal visi pendidikan yang tidak jelas sampai implementasi pendidikan yang berlumur masalah. Juga yang tak kalah penting adalah soal akses dan pemerataan pendidikan. 

Kritik ini seakan tak kunjung habis dari masa ke masa. Seakan kebijakan sistem pendidikan yang menuai banyak kontroversi di kalangan masyarakat menjadi hal yang lumrah dan biasa-biasa saja. Padahal, jika kita cermati bersama, pendidikan itu sangatlah penting bagi bangsa ini. Sebab, pendidikan adalah fondasi awal dalam memberikan basis pengetahuan sekaligus karakter kepada anak-anak bangsa.


Kondisi ini mengantarkan pada sebuah pertanyaan: sebenarnya persoalan mendasar pendidikan itu apa? Kenapa selama ini pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi produktif terhadap kemajuan bangsa? Dan, bagaimana realitas pendidikan Indonesia saat ini?

Buku yang disusun oleh Darmaningtyas dan Edi Subkhan berjudul Manipulasi Kebijakan Pendidikan ini memberi lampu penerangan yang sangat terang tentang realitas pendidikan kita saat ini. Ternyata, setelah semua terang-benderang, mulai soal sistem, implementasi, perangkat, hingga hal yang bersangkutan dengan pendidikan begitu bobrok dan memprihatinkan.


Salah satu contoh dari sekian masalah bobroknya sistem pendidikan kita adalah legitimasi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI), yang merupakan wujud penggiringan pendidikan di Indonesia menjadi produksi kapital. Hal ini dibuktikan dengan adanya kegiatan operasional yang membutuhkan biaya sangat besar. Jelas, hal ini menunjukkan orientasi kapitalisme pendidikan. 

Sebagaimana yang terdapat dalam rencana strategi pembangunan pendidikan 2005-2009, RSBI/SBI bisa dicapai melalui sertifikasi ISO. Jadi, sekolah-sekolah yang ingin mencapai standar internasional tersebut didorong untuk memperoleh sertifikat ISO yang harus membeli dengan harga yang sangat mahal. 

Ketentuan tersebut jelas akan mengantar pengelolaan pendidikan sebagai perusahaan (korporasi). Hal itu terjadi karena ISO pada dasarnya adalah standar kinerja dunia industri neoliberalisme, yang tentunya ketika digunakan sebagai acuan standar untuk menilai sebuah institusi pendidikan tidaklah tepat (halaman 72). 

Selain itu, program kebijakan sertifikasi guru dengan mendapat “tunjangan profesional”, yang dicantumkan dalam PP No. 74/2008 sesuai dengan latar belakang titel guru, merupakan kebijakan yang baru dimulai dan satu langkah untuk mengangkat derajat guru yang terpuruk agar menjadi lebih profesional. Akibatnya, banyak guru berbondong-bondong mengikuti perkuliahan untuk mendapatkan ijazah S-1 atau D-IV untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme mereka.

Alih-alih mengatasi masalah pendidikan, ternyata kebijakan sertifikasi guru menuai masalah baru di lapangan. Dalam prakteknya, banyak guru yang mengambil S-1 hanya sebagai formalitas belaka. Para pemburu sertifikasi guru itu tidak peduli dengan mutu perguruan tinggi yang dimasuki, yang penting bisa lulus S-1 dan keinginannya tercapai untuk mendapatkan tunjangan profesi dari pemerintah dengan bermodal sertifikat saja.

Jika dilihat lebih jauh antara tarikan perlunya peningkatan kualitas dan profesionalitas dengan perlunya kesejahteraan, dalam kesadaran dan konteks Indonesia agaknya motivasi peningkatan kesejahteraan lebih utama dibandingkan dengan motivasi peningkatan kualitas guru. Hal inilah yang kemudian menimbulkan masalah dalam agenda sertifikasi (hlm. 105).

Ada lagi masalah yang tak kalah penting, yaitu tentang gonta-ganti kurikulum pendidikan. Perubahan terjadi hampir setiap dekade, seperti kurikulum 1968, 1975, 1984, dan terakhir kurikulum 1994. Tapi pada 1998 muncul wacana Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang rencananya akan diterapkan mulai 2004. Namun sampai awal Februari 2006 muncul lagi kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan status KBK masih bersifat uji coba. 

Dalam buku ini diulas tuntas dan gamblang segala inti desain sistem pendidikan nasional yang melalui pragmatisme dan elitisme pendidikan, problem kenaikan gaji guru, Biaya Operasional Sekolah (BOS), kebijakan ujian nasional, sampai bisnis buku sekolah berbau politik. Dengan desain tersebut, kompetensi yang hendak dicapai oleh peserta didik dijadikan alasan. Padahal sistem pendidikan kita hanyalah diarahkan untuk melayani pasar yang sangat jauh dari kepentingan kualitas pendidikan dan dari apa yang dibutuhkan masyarakat luas. 

Nawawi S, Peneliti Muda Humaniora Park Fakultas Ilmu Sosial Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar