Judul : SEKOLAH KAPITALISME
YANG LICIK
Penulis: M. Escobar dkk (ed)
Penerbit : LKiS
Kondisi : Baru
Harga buku: Rp 75.000
Pemesanan
: sms 085878268031/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/
Sinopsis
Buku ini merupakan bentuk tertulis dari dialog
antara Freire, seorang tokoh yang dianggap sebagai tokoh pendidikan pembebasan
dengan profesor-profesor Meksiko yang diadakan di Universitas Nasional (UNAM),
Mexico City. Salah satu karyanya, Pendidikan Kaum Tertindas merupakan
‘buku suci’ yang dijadikan pegangan pada waktu penyusunan konsep Orientasi
Studi (OS), meskipun bagaimana pelaksanaannya di lapangan merupakan hal lain,
yang perlu pengkritisian lebih lanjut.
Bagian pendahuluan buku ini sangat baik dalam hal
memahami situasi politik negara di Amerika Latin yang telah melahirkan bentuk
pendidikan tinggi yang baru di sana. Suatu fakta yang menarik bahwa apa yang
terjadi dengan situasi ekonomi politik di Indonesia sekarang ini, yang akan
mengimbas pada pendidikan di Indonesia, ternyata sudah dialami oleh teman-teman
kita di Amerika Selatan. Suatu bahan perbandingan yang akan membantu dalam
mengkritisi masalah otonomi yang akan dialami oleh PT di Indonesia.
Dengan pengalaman demokrasi yang sudah
berlangsung jauh lebih lama dibandingkan dengan pengalaman kita, menarik untuk
menyimak apa yang terjadi dengan dunia pendidikan, konteks Amerika Latin.
Dialektika yang terjadi di Amerika Latin telah menumbangkan Universitas
tradisional yang sangat didominasi oleh politik oligarki negara, menjadi suatu
universitas modernis demokratis. Corak universitas tradisioal di Brazil
digambarkan oleh seorang rector universitas Brazil sebagai universitas yang
kaku dalam kurikulum, mapan dalam pembentukan professional berkeahlian tunggal,
mandeg karena terasing dari institusi-institusi lain di dalam masyarakat,
birokratis dalam pelayanan publik karena tergantung pada negara, elitis dalam
aksesnya yang terbatas.
Salah satu ciri universitas modernis adalah
terjadinya massifikasi jumlah mahasiswa yang terdaftar di universitas, lebih
banyak golongan ekonomi yang terwakili di universitas. Proses-proses yang
berlangsung pada tahap ini telah membawa kepada keadaan di mana terjadi proses
seleksi secara alamiah, di mana sistem lebih menguntungkan siswa dengan tingkat
pendidikan persiapan yang lebih tinggi sehingga tokoh pada akhirnya mempersulit
akses bagi siswa yang berpendapatan rendah : buruh dan tukang.
Situasi krisis ekonomi yang melanda Amerika Latin
pada awal 80-an telah mendorong terbentuknya sistem universitas dengan struktur
baru, yang sangat dipengaruhi kondisi sosial ekonomi negara tersebut: utang dan
mulai menguat peran pemodal asing yang melakukan konsolidasi dalam hal
pembagian kue ekonomi di negara-negara tersebut. Kondisi ini memaksa negara di
Amerika Latin ini memenuhi persyaratan yang diajukan World Bank dan IMF dalam
bidang pendidikan : peningkatan partisipasi sektor swasta dalam pendidikan
(swastanisasi), reinvestasi pendidikan ke bidang-bidang studi yang, menurut
Bank Dunia, akan memberikan keuntungan terbesar (misal pendidikan dasar) dengan
mengurangi biaya pendidikan, yang mempengaruhi tingkat gaji. Menurut pemodal
tersebut, tingginya tingkat pendidikan guru menyebabkan mereka memiliki harapan
gaji yang lebih tinggi daripada yang mampu dibayar oleh negara. Persis seperti
apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini.
Freire adalah seorang tokoh pendidik kelahiran
Brazil. Keyakinannya bahwa tindakan pendidikan adalah tindakan politik sangat
mempengaruhi cara pandangnya dalam mengkritisi sistem pendidikan maupun
bagaimana harus menghadapi sistem pendidikan sekarang ini yang sangat diwarnai
corak kapitalisme.
Dengan sistem ekonomi yang bercorak kapitalis,
maka sistem politik yang dijalankan oleh suatu negara pun akan mendukung sistem
ekonomi tersebut. Institusi pendidikan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja
dari kekuasaan politik yang mendominasi akan dibuat sedemikian rupa sehingga
dapat mendukung dan melestarikan kekuatan politik yang berkuasa. Dalam bahasa
lain, pendidikan ditakdirkan melayani (mendukung) kelas doninan dan
mereproduksi (melestarikan) bentuk-betuk dominasi. Dalam konteks ini, kelas
dominan yang berkuasa adalah kelas pemilik modal, dan dalam kasus Indonesia
didukung oleh golongan militer melalui model kurikulum pendidikannya yang serba
seragam, serba patuh khas militer. Contoh paling sederhana dari model
pendidikan ini adalah seragamnya gambar pemandangan (dua puncak gunung dengan
matahari sedang tersenyum, ada sawah, jalan menuju gunung, rumah) pada waktu
TK/SD. Realitas yang diajarkan dalam kurikulum sekarang adalah realitas yang
ada dalam buku-buku teks, bukan realitas yang sebenarnya terjadi di masyarakat.
Freire kemudian membuka ruang yang seakan sudah
memapankan pandangan bahwa pendidikan hanya bisa dijadikan alat untuk melayani
dan mereproduksi kelas dominan. Ia mengatakan bahwa apabila kita kreatif, masih
ada ruang yang bisa kita isi untuk mengubah sistem pendidikan yang bersifat
kapitalis menjadi pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang tidak bertujuan
untuk mempersiapkan mahasiswanya untuk proses kerja, melainkan lebih berada
pada penggiran proses ini, melakukan kritik terhadap proses kerja. Tentu saja
tidak dengan mengharapkan kemurahan hati kelas yang berkuasa untuk mengubah
sistem pendidikan agar sesuai dengan konsep pendidikan pembebasan, suatu hal
yang bertentangan dengan kepentingan kelas dominan.
Di manakah tempat pendidikan, dalam konteks
sebuah revolusi yang akan menciptakan tatanan masyarakat baru? Freire melihat
bahwa pendidikan bukan dan tidak akan menjadi jantung revolusi.. Tempatnya
adalah menciptakan, membantu melahirkan masyarakat baru yang berada pada masa
transisi. Pada masa ini, pendidikan baru bertugas menciptakan ideologi baru.
Freiere menekankan, tanpa organisasi, tanpa teori, tanpa disiplin tanpa usaha ,
tanpa reflesi terhadap praktek yang permanen tidak akan ada revolusi. Lepas
dari fakta bahwa selain sebagai seorang pendidik, Freire juga merupakan anggota
partai buruh di Brazil, ia menyatakan bahwa partai merupakan sarana fundamental
bagi mobilisasi, untuk membuat impian revolusi menjadi kenyataan. Suatu
refleksi yang bagus bagi mahasiswa Indonesia yang telah sepakat bahwa harus
terjadi perubahan sistem dalam bernegara tetapi dalam prakteknya menjaga jarak
dengan partai politik.
Ketika perguruan tinggi-perguruan tinggi di
Amerika Latin sudah matang membicarakan demokratisasi kampus pada tahun 80-an,
maka terlihat jelas bagi kita di Indonesia bahwa perguruan tinggi kita jauh
tertinggal dari PT di Amerika Latin dalam hal demokratisasi, baik dari segi
mahasiswa maupun dosen.
Satu lagi pelajaran menarik demokratisasi kampus
konteks Amerika Latin bahwa perjuangan demokratisasi dari atas (melalui pejabat
universitas) tidak akan berhasil, kecil kemungkinannya birokrat kampus
mendemokratisasikan dirinya. Demokratisasi kampus bukanlah sesuatu yang
diberikan oleh birokrat, tetapi sesuatu yang harus direbut.oleh subjek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar