Kamis, 13 Maret 2014

SEKOLAH KAPITALISME YANG LICIK




Judul : SEKOLAH KAPITALISME YANG LICIK
Penulis:  M. Escobar dkk (ed)
Penerbit : LKiS
Kondisi : Baru

Harga buku: Rp 75.000

Pemesanan : sms 085878268031/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/ 

Sinopsis

Buku ini merupakan bentuk tertulis dari dialog antara Freire, seorang tokoh yang dianggap sebagai tokoh pendidikan pembebasan dengan profesor-profesor Meksiko yang diadakan di Universitas Nasional (UNAM), Mexico City. Salah satu karyanya, Pendidikan Kaum Tertindas merupakan ‘buku suci’ yang dijadikan pegangan pada waktu penyusunan konsep Orientasi Studi (OS), meskipun bagaimana pelaksanaannya di lapangan merupakan hal lain, yang perlu pengkritisian lebih lanjut.

Bagian pendahuluan buku ini sangat baik dalam hal memahami situasi politik negara di Amerika Latin yang telah melahirkan bentuk pendidikan tinggi yang baru di sana. Suatu fakta yang menarik bahwa apa yang terjadi dengan situasi ekonomi politik di Indonesia sekarang ini, yang akan mengimbas pada pendidikan di Indonesia, ternyata sudah dialami oleh teman-teman kita di Amerika Selatan. Suatu bahan perbandingan yang akan membantu dalam mengkritisi masalah otonomi yang akan dialami oleh PT di Indonesia.

Dengan pengalaman demokrasi yang sudah berlangsung jauh lebih lama dibandingkan dengan pengalaman kita, menarik untuk menyimak apa yang terjadi dengan dunia pendidikan, konteks Amerika Latin. Dialektika yang terjadi di Amerika Latin telah menumbangkan Universitas tradisional yang sangat didominasi oleh politik oligarki negara, menjadi suatu universitas modernis demokratis. Corak universitas tradisioal di Brazil digambarkan oleh seorang rector universitas Brazil sebagai universitas yang kaku dalam kurikulum, mapan dalam pembentukan professional berkeahlian tunggal, mandeg karena terasing dari institusi-institusi lain di dalam masyarakat, birokratis dalam pelayanan publik karena tergantung pada negara, elitis dalam aksesnya yang terbatas.

Salah satu ciri universitas modernis adalah terjadinya massifikasi jumlah mahasiswa yang terdaftar di universitas, lebih banyak golongan ekonomi yang terwakili di universitas. Proses-proses yang berlangsung pada tahap ini telah membawa kepada keadaan di mana terjadi proses seleksi secara alamiah, di mana sistem lebih menguntungkan siswa dengan tingkat pendidikan persiapan yang lebih tinggi sehingga tokoh pada akhirnya mempersulit akses bagi siswa yang berpendapatan rendah : buruh dan tukang. 

Situasi krisis ekonomi yang melanda Amerika Latin pada awal 80-an telah mendorong terbentuknya sistem universitas dengan struktur baru, yang sangat dipengaruhi kondisi sosial ekonomi negara tersebut: utang dan mulai menguat peran pemodal asing yang melakukan konsolidasi dalam hal pembagian kue ekonomi di negara-negara tersebut. Kondisi ini memaksa negara di Amerika Latin ini memenuhi persyaratan yang diajukan World Bank dan IMF dalam bidang pendidikan : peningkatan partisipasi sektor swasta dalam pendidikan (swastanisasi), reinvestasi pendidikan ke bidang-bidang studi yang, menurut Bank Dunia, akan memberikan keuntungan terbesar (misal pendidikan dasar) dengan mengurangi biaya pendidikan, yang mempengaruhi tingkat gaji. Menurut pemodal tersebut, tingginya tingkat pendidikan guru menyebabkan mereka memiliki harapan gaji yang lebih tinggi daripada yang mampu dibayar oleh negara. Persis seperti apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini.

Freire adalah seorang tokoh pendidik kelahiran Brazil. Keyakinannya bahwa tindakan pendidikan adalah tindakan politik sangat mempengaruhi cara pandangnya dalam mengkritisi sistem pendidikan maupun bagaimana harus menghadapi sistem pendidikan sekarang ini yang sangat diwarnai corak kapitalisme.
Dengan sistem ekonomi yang bercorak kapitalis, maka sistem politik yang dijalankan oleh suatu negara pun akan mendukung sistem ekonomi tersebut. Institusi pendidikan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari kekuasaan politik yang mendominasi akan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mendukung dan melestarikan kekuatan politik yang berkuasa. Dalam bahasa lain, pendidikan ditakdirkan melayani (mendukung) kelas doninan dan mereproduksi (melestarikan) bentuk-betuk dominasi. Dalam konteks ini, kelas dominan yang berkuasa adalah kelas pemilik modal, dan dalam kasus Indonesia didukung oleh golongan militer melalui model kurikulum pendidikannya yang serba seragam, serba patuh khas militer. Contoh paling sederhana dari model pendidikan ini adalah seragamnya gambar pemandangan (dua puncak gunung dengan matahari sedang tersenyum, ada sawah, jalan menuju gunung, rumah) pada waktu TK/SD. Realitas yang diajarkan dalam kurikulum sekarang adalah realitas yang ada dalam buku-buku teks, bukan realitas yang sebenarnya terjadi di masyarakat.

Freire kemudian membuka ruang yang seakan sudah memapankan pandangan bahwa pendidikan hanya bisa dijadikan alat untuk melayani dan mereproduksi kelas dominan. Ia mengatakan bahwa apabila kita kreatif, masih ada ruang yang bisa kita isi untuk mengubah sistem pendidikan yang bersifat kapitalis menjadi pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang tidak bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswanya untuk proses kerja, melainkan lebih berada pada penggiran proses ini, melakukan kritik terhadap proses kerja. Tentu saja tidak dengan mengharapkan kemurahan hati kelas yang berkuasa untuk mengubah sistem pendidikan agar sesuai dengan konsep pendidikan pembebasan, suatu hal yang bertentangan dengan kepentingan kelas dominan.

Di manakah tempat pendidikan, dalam konteks sebuah revolusi yang akan menciptakan tatanan masyarakat baru? Freire melihat bahwa pendidikan bukan dan tidak akan menjadi jantung revolusi.. Tempatnya adalah menciptakan, membantu melahirkan masyarakat baru yang berada pada masa transisi. Pada masa ini, pendidikan baru bertugas menciptakan ideologi baru. Freiere menekankan, tanpa organisasi, tanpa teori, tanpa disiplin tanpa usaha , tanpa reflesi terhadap praktek yang permanen tidak akan ada revolusi. Lepas dari fakta bahwa selain sebagai seorang pendidik, Freire juga merupakan anggota partai buruh di Brazil, ia menyatakan bahwa partai merupakan sarana fundamental bagi mobilisasi, untuk membuat impian revolusi menjadi kenyataan. Suatu refleksi yang bagus bagi mahasiswa Indonesia yang telah sepakat bahwa harus terjadi perubahan sistem dalam bernegara tetapi dalam prakteknya menjaga jarak dengan partai politik.
Ketika perguruan tinggi-perguruan tinggi di Amerika Latin sudah matang membicarakan demokratisasi kampus pada tahun 80-an, maka terlihat jelas bagi kita di Indonesia bahwa perguruan tinggi kita jauh tertinggal dari PT di Amerika Latin dalam hal demokratisasi, baik dari segi mahasiswa maupun dosen.
Satu lagi pelajaran menarik demokratisasi kampus konteks Amerika Latin bahwa perjuangan demokratisasi dari atas (melalui pejabat universitas) tidak akan berhasil, kecil kemungkinannya birokrat kampus mendemokratisasikan dirinya. Demokratisasi kampus bukanlah sesuatu yang diberikan oleh birokrat, tetapi sesuatu yang harus direbut.oleh subjek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar