Senin, 06 Oktober 2014

POLITIK

Judul : POLITIK
Penulis : Andrew Heywood
Edisi : ke empat
Penerbit : Pustaka Pelajar

Harga : Rp. 140.000

Pemesanan : sms 085 787 268 031/ pin bb 234FB00C/ email : empu_online @yahoo.com


Sinopasis :


Heywood menjelaskan dalam buku tersebut bahwa tradisi politik demokrasi dipahami sebagai demokrasi yang dikuasai oleh massa yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, bila diusut kembali pada masa Yunani Kuno. Makna kata demokrasi berdasarkan bahasa Yunani adalah pemerintahan oleh banyak orang. Menjelang abad ke-19 para pemikir politik kemudian mengembangkan pengertian demokrasi tersebut, bahkan semua terlihat adalah demokrasi, liberal, konservatif, sosialis, komunis, anarkhis dan bahkan fasis telah berhasrat sekali untuk menyatakan kebajikan demokrasi dan mempertunjukkan kepercayaan demokratik mereka. Hal ini tentu menunjukkan bahwa tradisi demokrasi tidak memberi demokrasi sebagai kekuasaan popular ideal yang tunggal dan disetujui, namun lebih pada sebuah arena perdebatan di mana maksud kekuasaan popular, dan dalam cara apa dapat diperoleh dan didiskusikan. Sehingga dalam hal ini, pemikiran politik demokrasi menyebutkan tiga pertanyaan pokok. Pertama, siapa rakyat? Karena tidak seorang pun yang akan memperluas partisipasi politik kepada semua orang, pertanyaannya adalah pada dasar apa partisipasi tersebut dibatasi—berhubungan dengan umur, pendidikan, jenis kelamin, latar belakang sosial? Kedua, bagaimana rakyat akan memerintah? Hal ini berhubungan tidak saja pada pilihan antara bentuk demokrasi langsung dan tidak langsung, tapi juga perdebatan tentang bentuk perwakilan dan perbedaan sistem pemilihan. Ketiga, sejauh mana pemerintah popular sampai? Akankah demokrasi akan dibatasi terhadap kehidupan politik, atau akankah demokrasi juga digunakan baik dalam keluarga, tempat kerja, atau di seluruh ekonomi?

Demokrasi adalah phenomena yang ambigu, karena dalam kenyataannya ada sejumlah teori atau model demokrasi yang masing-masing menawarkan versi pemerintahan populernya sendiri. Tidak hanya ada sejumlah bentuk dan mekanisme demokrasi, tapi juga, secara fundamental, sedikit perbedaan mendasar dimana pemerintahan demokrasi dapat dibenarkan. Demokrasi klasik, berdasarkan model Athena, diberi ciri-ciri dengan partisipasi langsung dan berkelanjutan oleh rakyat dalam proses pemerintahan. Demokrasi pretektif adalah terbatas dan bentuk tidak langsung pemerintahan demokrasi yang diatur untuk memberikan individu-individu dengan arti pertahanan melawan pemerintah. Terakhir, demokrasi rakyat, yang berakar dalam Marxisme ortodoks, menerjemahkan demokrasi dalam pola pencarian yang membawa persamaan sosial dengan pengkolektifan kekayaan. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dimengerti mengapa banyak sekali makna atau penafsiran mengenai demokrasi. Sehingga, tidak salah apabila Bernard Crick menyatakan bahwa demokrasi adalah istilah politik yang paling tidak memilih-milih, yang berarti bahwa kata demokrasi adalah hal yang berbeda dengan orang yang berbeda.

Demokrasi langsung atau demokrasi partisipatori model Athena dipandang tidak efektif lagi digunakan oleh negara modern dewasa ini. Demokrasi langsung ala Athena tersebut dipahami bahwa setiap warga negara memenuhi syarat untuk memegang jabatan publik yang juga sesuai budaya mereka bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara. Demokrasi langsung ini memang efektif bila jumlah warga negaranya sedikit dan semua terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang membicarakan kepentingan negara, dan hal ini tidak ditemukan lagi dalam negara modern dewasa ini. Dewasa ini, negara modern telah memiliki jumlah penduduk yang banyak dan akan mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan dalam waktu yang cepat. Walaupun beberapa tradisi Yunani kuno masih berjalan di beberapa daerah negara modern. Misalnya demokrasi pertemuan kota di pemerintahan lokal Amerika Serikat, New England.

Ide perwakilan adalah bagian dari teori-teori demokrasi modern yang banyak digunakan negara modern dewasa ini. Dalam hal ini, demokrasi dinyatakan berdasarkan penegasan bahwa para politisi melayani sebagai perwakilan-perwakilan rakyat. Perwakilan ini menggambarkan bahwa mereka berdiri untuk mewakili kepentingan dari kumpulan besar orang-orang. Perwakilan kadang-kadang dilihat sebagai orang yang “tahu lebih baik” daripada yang lain, dan oleh karena itu dapat bertidak dengan bijaksana dalam kepentingan mereka. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa para politisi tidak seharusnya diikat seperti delegasi terhadap pandangan-pandangan konstituen mereka, namum seharusnya memiliki kapasitas berpikir untuk kepentingan dan menggunakan pertimbangan personal. Mekanisme yang digunakan dalam perwakilan adalah melalui pemilihan, politisi yang terpilih dapat menyebut diri mereka mewaliki pada alasan-alasan di mana mereka telah dimandatkan oleh orang-orang. Contoh perwakilan demokrasi dalan negara modern dewasa ini misalnya adalah parlemen atau badan. Supaya perwakilan ini menjadi penuh demokratis, dapat dilakukan dengan pemilihan yang reguler, terbuka, dan yang lebih utama adalah persaingan.

Berlakunya sistem perwakilan ini mengakibatkany terbatasnya kesempatan untuk partisipasi popular secara langsung. Oleh karena itu, pemerintah yang memiliki kesempatan untuk mewakili rakyat akan melayani rakyat atau bertindak di dalam kepentingan mereka. para politisi hampir di setiap sistem politik berhasrat untuk menyatakan bahwa mereka bekerja untuk “kepentingan umum” atau “kebaikan bersama”. Terlalu sering pemaham melayani kepengtingan publik hanya memberi pandangan politisi atau bertindak menyelubungi tanggung jawab moral. Selain itu, dinyatakan juga bahwa sulit untuk membedakan kepentingan pribadi dari setiap warga dan apa yang dapat dipikirkan sebagai kepentingan bersama atau publik mereka. Oleh karena itu, perhatian telah diberikan terhadap bagaimana kepentingan publik dapat ditetapkan dalam praktek. Perdebatan inilah yang kemudian dikenal dengan “dilema demokrasi”. Beberapa pemahaman mengenai demokrasi berdasarkan ide bahwa pemerintah dapat dan melakukan tindakan dalam kepentingan publik, kepentingan bersama atau kolektif masyarakat. Namun pemahaman individualis dan pluralis telah mempertanyakan apakah ada seperti kepentingan umum berpisah dari kepentingan pribadi warga.

Berdasarkan penjelasan di atas, akhirnya penulis menyimpulkan bahwa munculnya perbedatan mengenai ketidakjelasan demokrasi adalah karena demokrasi hasil dari pemikir filsafat yang berbeda atau individu-individu yang memikirkan demokrasi hingga menemukan ide yang ideal mengenai demokrasi atau nilai-nilai tersendiri. Berkaitan dengan tujuan tulisan ini, penulis merangkai kesimpulan bahwa sistem politik yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan dilaksanakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Contoh yang penulis angkat dalam tulisan ini adalah hasil penelitian Kuskridho Ambardi tentang mengungkap Politik Kartel. Dalam penelitiannya dijelaskan, tahun 2004 Indonesia melakukan pemilihan umum yang demokratis untuk anggota parlemen, sebagaimana praktek demokrasi modern ini yaitu melalui perwakilan yang dipilih secara reguler, terbuka dan berkelanjutan. Ketika pada pemilihan tersebut, para calon anggota partai bersaing dengan berpatokan pada ideologis masing-masing partai dan berusaha untuk menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan konstituennya. Namun kenyataannya, ketika para calon parlemen tersebut berhasil menduduki parlemen yang terjadi adalah mereka mengabaikan perbedaan ideologis, membentuk koalisi secara permisif, mengaburkan oposisi, dan membuat hasil pemilu tak lagi menjadi faktor penentu koalisi. Mereka bertindak seragam sebagai satu kelompok tunggal demi kepentingan bersama, dengan memelihara sistem kepartaian yang terkartelisasi. Sehingga menurut penulis, para anggota parlemen sebagai perwakilan dalam sistem demokrasi bertindak bukan demi kepentingan publik, namun lebih kepada kepentingan partai saja. Benar-benar menjadi dilema demokrasi.

Sumber : http://romyafriansyah.wordpress.com/2013/01/15/political-theory-an-introduction-oleh-andrew-heywood/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar