Penulis : Andrew Heywood
Edisi : ke empat
Penerbit : Pustaka Pelajar
Harga : Rp. 140.000
Pemesanan : sms 085 787 268 031/ pin bb 234FB00C/ email : empu_online @yahoo.com
Sinopasis :
Heywood
menjelaskan dalam buku tersebut bahwa tradisi politik demokrasi dipahami
sebagai demokrasi yang dikuasai oleh massa yang bodoh dan tidak mengetahui
kebenaran, bila diusut kembali pada masa Yunani Kuno. Makna kata demokrasi
berdasarkan bahasa Yunani adalah pemerintahan oleh banyak orang. Menjelang abad
ke-19 para pemikir politik kemudian mengembangkan pengertian demokrasi
tersebut, bahkan semua terlihat adalah demokrasi, liberal, konservatif,
sosialis, komunis, anarkhis dan bahkan fasis telah berhasrat sekali untuk
menyatakan kebajikan demokrasi dan mempertunjukkan kepercayaan demokratik
mereka. Hal ini tentu menunjukkan bahwa tradisi demokrasi tidak memberi
demokrasi sebagai kekuasaan popular ideal yang tunggal dan disetujui, namun
lebih pada sebuah arena perdebatan di mana maksud kekuasaan popular, dan dalam
cara apa dapat diperoleh dan didiskusikan. Sehingga dalam hal ini, pemikiran
politik demokrasi menyebutkan tiga pertanyaan pokok. Pertama, siapa rakyat? Karena
tidak seorang pun yang akan memperluas partisipasi politik kepada semua orang,
pertanyaannya adalah pada dasar apa partisipasi tersebut dibatasi—berhubungan
dengan umur, pendidikan, jenis kelamin, latar belakang sosial? Kedua, bagaimana
rakyat akan memerintah? Hal ini berhubungan tidak saja pada pilihan antara
bentuk demokrasi langsung dan tidak langsung, tapi juga perdebatan tentang
bentuk perwakilan dan perbedaan sistem pemilihan. Ketiga, sejauh mana
pemerintah popular sampai? Akankah demokrasi akan dibatasi terhadap kehidupan
politik, atau akankah demokrasi juga digunakan baik dalam keluarga, tempat
kerja, atau di seluruh ekonomi?
Demokrasi
adalah phenomena yang ambigu, karena dalam kenyataannya ada sejumlah teori atau
model demokrasi yang masing-masing menawarkan versi pemerintahan populernya
sendiri. Tidak hanya ada sejumlah bentuk dan mekanisme demokrasi, tapi juga,
secara fundamental, sedikit perbedaan mendasar dimana pemerintahan demokrasi
dapat dibenarkan. Demokrasi klasik, berdasarkan model Athena, diberi ciri-ciri
dengan partisipasi langsung dan berkelanjutan oleh rakyat dalam proses
pemerintahan. Demokrasi pretektif adalah terbatas dan bentuk tidak langsung
pemerintahan demokrasi yang diatur untuk memberikan individu-individu dengan
arti pertahanan melawan pemerintah. Terakhir, demokrasi rakyat, yang berakar
dalam Marxisme ortodoks, menerjemahkan demokrasi dalam pola pencarian yang
membawa persamaan sosial dengan pengkolektifan kekayaan. Berdasarkan pernyataan
di atas dapat dimengerti mengapa banyak sekali makna atau penafsiran mengenai
demokrasi. Sehingga, tidak salah apabila Bernard Crick menyatakan bahwa
demokrasi adalah istilah politik yang paling tidak memilih-milih, yang berarti
bahwa kata demokrasi adalah hal yang berbeda dengan orang yang berbeda.
Demokrasi
langsung atau demokrasi partisipatori model Athena dipandang tidak efektif lagi
digunakan oleh negara modern dewasa ini. Demokrasi langsung ala Athena tersebut
dipahami bahwa setiap warga negara memenuhi syarat untuk memegang jabatan
publik yang juga sesuai budaya mereka bahwa setiap warga negara memiliki
kebebasan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara. Demokrasi
langsung ini memang efektif bila jumlah warga negaranya sedikit dan semua
terlibat dalam pertemuan-pertemuan yang membicarakan kepentingan negara, dan
hal ini tidak ditemukan lagi dalam negara modern dewasa ini. Dewasa ini, negara
modern telah memiliki jumlah penduduk yang banyak dan akan mengalami kesulitan
untuk mencapai kesepakatan dalam waktu yang cepat. Walaupun beberapa tradisi
Yunani kuno masih berjalan di beberapa daerah negara modern. Misalnya demokrasi
pertemuan kota di pemerintahan lokal Amerika Serikat, New England.
Ide
perwakilan adalah bagian dari teori-teori demokrasi modern yang banyak
digunakan negara modern dewasa ini. Dalam hal ini, demokrasi dinyatakan
berdasarkan penegasan bahwa para politisi melayani sebagai
perwakilan-perwakilan rakyat. Perwakilan ini menggambarkan bahwa mereka berdiri
untuk mewakili kepentingan dari kumpulan besar orang-orang. Perwakilan
kadang-kadang dilihat sebagai orang yang “tahu lebih baik” daripada yang lain,
dan oleh karena itu dapat bertidak dengan bijaksana dalam kepentingan mereka.
Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa para politisi tidak seharusnya
diikat seperti delegasi terhadap pandangan-pandangan konstituen mereka, namum
seharusnya memiliki kapasitas berpikir untuk kepentingan dan menggunakan
pertimbangan personal. Mekanisme yang digunakan dalam perwakilan adalah melalui
pemilihan, politisi yang terpilih dapat menyebut diri mereka mewaliki pada
alasan-alasan di mana mereka telah dimandatkan oleh orang-orang. Contoh
perwakilan demokrasi dalan negara modern dewasa ini misalnya adalah parlemen
atau badan. Supaya perwakilan ini menjadi penuh demokratis, dapat dilakukan
dengan pemilihan yang reguler, terbuka, dan yang lebih utama adalah persaingan.
Berlakunya
sistem perwakilan ini mengakibatkany terbatasnya kesempatan untuk partisipasi
popular secara langsung. Oleh karena itu, pemerintah yang memiliki kesempatan
untuk mewakili rakyat akan melayani rakyat atau bertindak di dalam kepentingan
mereka. para politisi hampir di setiap sistem politik berhasrat untuk
menyatakan bahwa mereka bekerja untuk “kepentingan umum” atau “kebaikan
bersama”. Terlalu sering pemaham melayani kepengtingan publik hanya memberi
pandangan politisi atau bertindak menyelubungi tanggung jawab moral. Selain
itu, dinyatakan juga bahwa sulit untuk membedakan kepentingan pribadi dari
setiap warga dan apa yang dapat dipikirkan sebagai kepentingan bersama atau
publik mereka. Oleh karena itu, perhatian telah diberikan terhadap bagaimana
kepentingan publik dapat ditetapkan dalam praktek. Perdebatan inilah yang
kemudian dikenal dengan “dilema demokrasi”. Beberapa pemahaman mengenai
demokrasi berdasarkan ide bahwa pemerintah dapat dan melakukan tindakan dalam
kepentingan publik, kepentingan bersama atau kolektif masyarakat. Namun
pemahaman individualis dan pluralis telah mempertanyakan apakah ada seperti
kepentingan umum berpisah dari kepentingan pribadi warga.
Berdasarkan
penjelasan di atas, akhirnya penulis menyimpulkan bahwa munculnya perbedatan
mengenai ketidakjelasan demokrasi adalah karena demokrasi hasil dari pemikir
filsafat yang berbeda atau individu-individu yang memikirkan demokrasi hingga
menemukan ide yang ideal mengenai demokrasi atau nilai-nilai tersendiri.
Berkaitan dengan tujuan tulisan ini, penulis merangkai kesimpulan bahwa sistem
politik yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
dilaksanakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Contoh yang penulis angkat
dalam tulisan ini adalah hasil penelitian Kuskridho Ambardi tentang mengungkap
Politik Kartel. Dalam penelitiannya dijelaskan, tahun 2004 Indonesia melakukan
pemilihan umum yang demokratis untuk anggota parlemen, sebagaimana praktek
demokrasi modern ini yaitu melalui perwakilan yang dipilih secara reguler,
terbuka dan berkelanjutan. Ketika pada pemilihan tersebut, para calon anggota
partai bersaing dengan berpatokan pada ideologis masing-masing partai dan
berusaha untuk menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
konstituennya. Namun kenyataannya, ketika para calon parlemen tersebut berhasil
menduduki parlemen yang terjadi adalah mereka mengabaikan perbedaan ideologis,
membentuk koalisi secara permisif, mengaburkan oposisi, dan membuat hasil pemilu
tak lagi menjadi faktor penentu koalisi. Mereka bertindak seragam sebagai satu
kelompok tunggal demi kepentingan bersama, dengan memelihara sistem kepartaian
yang terkartelisasi. Sehingga menurut penulis, para anggota parlemen sebagai
perwakilan dalam sistem demokrasi bertindak bukan demi kepentingan publik,
namun lebih kepada kepentingan partai saja. Benar-benar menjadi dilema
demokrasi.
Sumber :
http://romyafriansyah.wordpress.com/2013/01/15/political-theory-an-introduction-oleh-andrew-heywood/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar