Penulis: Mao Tse-Tung
Penerbit : Desantara
Tahun Terbit : 2003
Penerjemah : Tim Desantara
Kondisi : Segel
Harga buku: Rp. 35.000
Pemesanan
: sms 085878268031/ pin BB: 234FB00C/email : empu_online@yahoo.com/
Sinopsis
Kebudayaan yang merupakan sumber
utama sistem atau tata-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat bukan saja
mencerminkan kebudayaannya, tetapi juga menentuaj atau membentuk sikap mentalnya
(atau yang disebut sebagai pola pikir) yang selanjutnya terpantul dalam pola
tingkah-lakunya sehari-hari dalam berbagai segi kehidupan, seperti sosial,
ekonomi, politik, hukum, ilmu pengetahuan dan lainnya. Dan di Tiongkok (China
sekarang) ada tiga kebudayaan yang menunjukkan berkuasanya kelas tertentu. Tiga
kebudayaan itu saling tarik menari. Pertama, kebudayaan kelas feodal-para tuan
tanah. Kedua, kebudayaan kelas borjuis.Ketiga, kebudayaan baru yang melawan
penindasan, imperialisme, menjunjung kehormatan dan kemerdekaan nation
Tiongkok.Ia bersatu dengan kebudayaan sosialis dan kebudayaan demokrasi baru
dari bangsa-bangsa lain, mengadakan hubungan dengan mereka untuk saling
menerima dan mengembangkan, dan bersama-sama membangun kebudayaan yang menjunjung
keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Tiga kebudayaan ini berusaha
untuk menjadi kebudayaan nasional, namun menurut Mao Tse Tung yang hendak
dijadikan kebudayaan nasional Tiongkok adalah yang ketiga karena memihak pada
kepentingan rakyat banyak, anti terhadap imperialisme yang dilancarkan oleh
kaum kapitalis anti terhadap feodalisme yang di praktikan para tuan tanah
(penguasa) lokal. Feodalisme menghalalkan despotisme, sehingga hanya segelintir
orang yang merupakan “kerabat’ nya yang bisa mengakses berbagai instrumen yang
dapat menggapai kesejahteraan. Sedang mereka yang bukan kerabat dimarjinalkan
dan dieskploitasi.
Kebudayaan yang ada di tiongkok
seperti dibeber di dalam buku ini dapat dijadikan cermin untuk melihat kita,
Indonesia. Dimana negara berusaha menyeragamkan pola pikir melalui sekolah
dengan memberikan pelajaran yang sesuai selera negara dan mengontrol semua
produk kebudayaan rakyat dengan menciptakan kebudayaan nasional, yaitu suatu
konsep abstrak yan terus diimajinasikan, dicari0cari bentuknya dan diperebutkan
gambaran dan maknanya. Kebudayaan nasional sebagai hasil seleksi dari berbagai
kebudayaan rakyat. Hasil seleksi itulah yang kemudian dijadikan kebudayaan
nasional. Sedangkan kebudayaan rakyat yang (dianggap) tidak seiring dengan
kebudayaan nasional disisihkan. Akhirnya kebudayaan yang (di)hadir(kan)
tidaklah netral, melainkan ditunggangi berbagai kepentingan, namun yang perlu
dicamkan adalah, seperti diungkapkan Mao Tse Tung, adalah kebudayaan itu harus
memihak rakyat banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar